Manajemen Bagian dari Syariat
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani,
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat,terarah,jelasdantuntas). ”(HR Thabrani)
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt.. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.
I. Manajemen Syari’ah dalam Organisasi
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Q.S: Asshaf: 4)
Dalam ayat diatas Allah SWT mencintai perbuatan-perbuatan yang terorganisir dengan baik, kokoh dalam ayat diatas bermakna adanya sinergi yang rapi antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Jika hal ini terjadi maka akan menghasilkan sesuatu yang maksimal.
Pendekatan manajemen merupakan suatu keniscayaan, apalagi jika dilakukan dalam suatu organisasi atau lembaga. Dengan organisasi yang rapi, akan dicapai hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan secara individual. Apalagi jika dikaitkan dengan upaya penegakan kebenaran dan keadilan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin AbiThalib r.a.,
“Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan rapi, dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisasi dengan baik”.
Intinya, Ali Bin Abi Thalib r.a. ingin mendorong kaum muslimin agar jika melakukan sesuatu yang hak, hendaknya ditata dan disusun dengan rapi agar tidak terkalahkan oleh kebatilan yang disusun secara rapi. Dominasi kemungkaran sering terjadi, bukan karena kuatnya kemungkaran itu, akan tetapi karena tidak rapihnya kekuatan “hak”.
II. Bahasan Manajemen Syari’ah
Pembahasan pertama dalam manajemen syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Jika setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali, tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) karena disadari adanya pengawasan dari yang Mahatinggi, yaitu Allah swt. yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk. Firman Allah SWT dalam surah Al-Zalzalah:7-8
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pemimpin atau atasan. Pada setiap kegiatan dalam manajemen syariah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi.
Istilah amal saleh tidak semata-mata diartikan ‘perbuatan baik’ seperti yang dipahami selama ini, tetapi merupakan amal perbuatan baik yang dilandasi iman,dengan beberapa persyaratan:
1.niat yang ikhlas karena Allah,
2.tata cara pelaksanaan nya sesuai dengan syariat, dan
3.dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Hal yang kedua yang dibahas dalam manajemen syariah adalah struktur organisasi. Struktur organisasi sangatlah perlu. Adanya struktur dan stratifikasi dalam Islam dijelaskan dalam surah al-An’aam:165,
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-An’aam:165)
Dalam ayat di atas dikatakan, “Allah meninggikan seseorang di atas orang lain beberapa derajat.” Hal ini menjelaskan bahwa dalam mengatur kehidupan dunia, peranan manusia tidak akan sama. Kepintaran dan jabatan seseorang tidak akan sama. Sesungguhnya struktur itu merupakan sunnatullah. Ayat ini mengatakan bahwa kelebihan yang diberikan itu (struktur yang berbeda-beda) merupakan ujian dari Allah dan bukan digunakan untuk kepentingan sendiri. Manajer yang baik, yang mempunyai posisi penting, yang strukturnya paling tinggi, akan berusaha agar ketinggian strukturnya itu menyebabkan kemudahan bagi orang lain dan memberikan kesejehteraan bagi orang lain.
Hal ketiga yang dibahas dalam manajemen Syariah adalah sistem. Sistem syariah yang disusun harus menjadikan perilaku pelakunya berjalan dengan baik. Keberhasilan sistem ini dapat dilihat pada saat Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah. Sistem pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dapat dijadikan salah satu contoh sistem yang baik. Telah ada sistem penggajian yang rapi. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz juga telah ada sistem pengawasan sehingga di zaman beliau clear governance dan sistem yang berorientasi kepada rakyat dan masyarakat benar-benar tercipta, hanya saja saat itu belum dibakukan dalam bentuk aturan-aturan.
III. MANAJEMEN ZAMAN RASULULLAH
Sejak awal, Islam telah mendorong ummatnya untuk mengorganisasi setiap pekerjaan dengan baik. Jadi, dalam ajaran Islam manajemen telah diterapkan sejak zaman Rasulullah s.a.w sebagai pembawa risalah Allah SWT yang membawa kebaikan. Bahkan sejak masa Nabi-nabi terdahulu manajemen telah diterapkan secara tidak langsung. Pembagian tugas-tugas telah dibentuk walaupun Rasulullah s.a.w sendiri tidak menyatakan bahwa hal ini adalah sebuah proses manajemen, namun aspek manajemen telah dilakukan secara nyata pada masanya. Misalnya mengapa Umar bin Khattab tidak pernah dijadikan panglima perang, karena ternyata memang beliau diarahkan menjadi seorang negarawan. Demikian pula Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak pernah menjabat sebagai pemimpin perang karena memang diarahkan untuk menjadi negarawan.
IV. MANAJEMEN WAKTU DALAM ISLAM
Dalam ajaran Islam, disampaikan bahwa ciri-ciri seorang Muslim yang diharapkan adalah pribadi yang menghargai waktu. Seorang Muslim tidak patut menunggu dimotivasi oleh orang lain untuk mengelola waktunya, sebab sudah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Ajaran Islam menganggap pemahaman terhadap hakikat menghargai waktu sebagai salah satu indikasi keimanan danbukti ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Furqan ayat 62 yang berbunyi:
Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Syiar Islam menempatkan ibadah ritual pada bagian-bagian waktu dalam sehari dari siang hingga malam dan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Sholat lima waktu diwajibkan dari memulai hingga mengakhiri aktivitas dalam sehari, dan waktu-waktunya selaras dengan perjalanan hari. Dalam syariat Islam dinyatakan, bahwa malaikat Jibril diutus oleh Allah untuk menetapkan waktu-waktu awal dan akhir pelaksanaan sholat lima waktu, agar menjadi panduan dan sistem yang baku dan cermat dalam menata kehidupan islami. Di samping itu, juga berfungsi untuk mengukur detik-detik sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Menurut Yusuf Qardhawi, mengapa begitu pentingnya umat Islam mempelajari manajemen waktu, adalah karena hal-hal sebagai berikut:: Ajaran Islam begitu besar perhatiannya terhadap waktu, baik yang diamanatkan dalam Al Quran maupun As Sunnah; Dalam sejarah orang-orang Muslim generasi pertama, terungkap, bahwa mereka sangat memperhatikan waktu dibandingkan generasi berikutnya, sehingga mereka mampu menghasilkan sejumlah ilmu yang bermanfaat dan sebuah peradaban yang mengakar kokoh dengan panji yang menjulang tinggi; Kondisi real, kaum Muslimin, belakangan ini justru berbalikan dengan generasi pertama dahulu, yakni cenderung lebih senang membuang-buang waktu, sehingga kita tidak mampu berbuat banyak dalam menyejahterakan dunia sebagaimana mestinya, dan tidak pula berbuat untuk akhirat sebagaimana harusnya, dan yang terjadi adalah sebaliknya, kita meracuni kehidupan dunia dan akhirat sehingga tidak memperoleh kebaikan dari keduanya. Jika kita sadar bahwa pentingya manajemen waktu, maka tentu kita akan berbuat untuk dunia ini seolah-olah akan hidup abadi, dan berbuat untuk akhirat seolah-olah akan mati esok hari, dan tentunya doa ini akan menjadi semboyan dalam hidup kita:
Dan dari mereka berkata: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan perliharalah kami dari siksa neraka.(QS Al-Baqarah:201) Di samping itu perlu kita sadari, bahwa Allah SWT telah bersumpah dengan menggunakan waktu untuk menegaskan pentingnya waktu dan keagungan nilainya, seperti yang tersurat dan tersirat dalam Al Qur’an Surah Al-Lail:1-2, Al-Fajr:1-2, Adh-Dhuha:1-2, dan Al-Ashr:1-2. Oleh karena itu, harus kita sadari betapa pentingnya mempelajari manajemen waktu bagi seorang Muslim. Namun sebelum kita mempelajari manajemen waktu, maka perlu kita sadari terlebih dahulu beberapa tabiat waktu agar kita benar-benar dapat memahami esensi dari waktu tersebut, yakni: Cepat berlalu; Tidak Mungkin kembali; Harta termahal. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa waktu adalah modal yang paling unik yang tidak mungkin dapat diganti dan tidak mungkin dapat disimpan tanpa digunakan, serta tidak mungkin mendapatkan waktu yang dibutuhkan meskipun dengan mengeluarkan biaya. Mengelola waktu berarti menata diri dan merupakan salah satu tanda keunggulan dan kesuksesan. Oleh karena itu, bimbingan untuk mendalami masalah ini adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita semua, apapun jabatan dan profesi kita serta tidak memandang tinggi rendahnya kedudukan seseorang. Dengan demikian, marilah kita mulai mempelajari manajemen waktu, karena memang ajaran Islam menghendaki demikian, sehingga dengan mempunyai bekal pengetahuan tentang waktu, kita dapat terampil mengelolanya. Dengan keinginan yang kuat, maka kita akan dapat menjadikan sebuah kebiasaan dalam pemanfaatan waktu. Namun, sebelum kita mempelajari manajemen waktu lebih lanjut, maka kita harus menyadari urgensi dan nilai waktu dengan tulus. Apabila tanpa mengakui secara tulus kebutuhan untuk mengorganisir dan mengelola waktu, maka sama saja dengan menyia-nyiakan waktu. Sebab, apalah manfaat rambu-rambu jalan bagi orang yang tidak memiliki keinginan untuk melintasi jalan tersebut. Perlu kita fahami bahwa, apabila seorang Muslim mampu mengelola waktu dengan baik, maka akan memperoleh optimalisasi dalam kehidupannya. Namun, apabila tidak mampu, maka seseorang tidak akan mampu mengelola sesuatu apapun karena waktu merupakan modal dasar bagi kehidupan seorang Muslim yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT:
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Yunus: 6)
Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Syiar Islam menempatkan ibadah ritual pada bagian-bagian waktu dalam sehari dari siang hingga malam dan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Sholat lima waktu diwajibkan dari memulai hingga mengakhiri aktivitas dalam sehari, dan waktu-waktunya selaras dengan perjalanan hari. Dalam syariat Islam dinyatakan, bahwa malaikat Jibril diutus oleh Allah untuk menetapkan waktu-waktu awal dan akhir pelaksanaan sholat lima waktu, agar menjadi panduan dan sistem yang baku dan cermat dalam menata kehidupan islami. Di samping itu, juga berfungsi untuk mengukur detik-detik sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Menurut Yusuf Qardhawi, mengapa begitu pentingnya umat Islam mempelajari manajemen waktu, adalah karena hal-hal sebagai berikut:: Ajaran Islam begitu besar perhatiannya terhadap waktu, baik yang diamanatkan dalam Al Quran maupun As Sunnah; Dalam sejarah orang-orang Muslim generasi pertama, terungkap, bahwa mereka sangat memperhatikan waktu dibandingkan generasi berikutnya, sehingga mereka mampu menghasilkan sejumlah ilmu yang bermanfaat dan sebuah peradaban yang mengakar kokoh dengan panji yang menjulang tinggi; Kondisi real, kaum Muslimin, belakangan ini justru berbalikan dengan generasi pertama dahulu, yakni cenderung lebih senang membuang-buang waktu, sehingga kita tidak mampu berbuat banyak dalam menyejahterakan dunia sebagaimana mestinya, dan tidak pula berbuat untuk akhirat sebagaimana harusnya, dan yang terjadi adalah sebaliknya, kita meracuni kehidupan dunia dan akhirat sehingga tidak memperoleh kebaikan dari keduanya. Jika kita sadar bahwa pentingya manajemen waktu, maka tentu kita akan berbuat untuk dunia ini seolah-olah akan hidup abadi, dan berbuat untuk akhirat seolah-olah akan mati esok hari, dan tentunya doa ini akan menjadi semboyan dalam hidup kita:
Dan dari mereka berkata: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan perliharalah kami dari siksa neraka.(QS Al-Baqarah:201) Di samping itu perlu kita sadari, bahwa Allah SWT telah bersumpah dengan menggunakan waktu untuk menegaskan pentingnya waktu dan keagungan nilainya, seperti yang tersurat dan tersirat dalam Al Qur’an Surah Al-Lail:1-2, Al-Fajr:1-2, Adh-Dhuha:1-2, dan Al-Ashr:1-2. Oleh karena itu, harus kita sadari betapa pentingnya mempelajari manajemen waktu bagi seorang Muslim. Namun sebelum kita mempelajari manajemen waktu, maka perlu kita sadari terlebih dahulu beberapa tabiat waktu agar kita benar-benar dapat memahami esensi dari waktu tersebut, yakni: Cepat berlalu; Tidak Mungkin kembali; Harta termahal. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa waktu adalah modal yang paling unik yang tidak mungkin dapat diganti dan tidak mungkin dapat disimpan tanpa digunakan, serta tidak mungkin mendapatkan waktu yang dibutuhkan meskipun dengan mengeluarkan biaya. Mengelola waktu berarti menata diri dan merupakan salah satu tanda keunggulan dan kesuksesan. Oleh karena itu, bimbingan untuk mendalami masalah ini adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita semua, apapun jabatan dan profesi kita serta tidak memandang tinggi rendahnya kedudukan seseorang. Dengan demikian, marilah kita mulai mempelajari manajemen waktu, karena memang ajaran Islam menghendaki demikian, sehingga dengan mempunyai bekal pengetahuan tentang waktu, kita dapat terampil mengelolanya. Dengan keinginan yang kuat, maka kita akan dapat menjadikan sebuah kebiasaan dalam pemanfaatan waktu. Namun, sebelum kita mempelajari manajemen waktu lebih lanjut, maka kita harus menyadari urgensi dan nilai waktu dengan tulus. Apabila tanpa mengakui secara tulus kebutuhan untuk mengorganisir dan mengelola waktu, maka sama saja dengan menyia-nyiakan waktu. Sebab, apalah manfaat rambu-rambu jalan bagi orang yang tidak memiliki keinginan untuk melintasi jalan tersebut. Perlu kita fahami bahwa, apabila seorang Muslim mampu mengelola waktu dengan baik, maka akan memperoleh optimalisasi dalam kehidupannya. Namun, apabila tidak mampu, maka seseorang tidak akan mampu mengelola sesuatu apapun karena waktu merupakan modal dasar bagi kehidupan seorang Muslim yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT:
Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Yunus: 6)
Daftar Referensi ·
- DR. K.H. Didin Hafifuddin, M,Sc, Hendri Tanjung, S.Si., M.M, Manajemen Syari’ah dalam Praktik Jakarta: Gema Insani Press, 2003·
- Al-Milal wan-Nihal I/24 atau lihat Dr Ali As-Salus, Imamh dan Khilafah dalam Tinjauan Syar’i, Gema Insani Press, Jakarta, hlm16..·
- www.google.com\{ekonomi-syariah} MANAJEMEN WAKTU DALAM ISLAM.htm